Senin, Januari 19, 2009

Puisi Kang Yogi


HITAM



Ku balut diriku dalam gelap
Hitam bak jelaga
Temaram bak malam
Sepi, senyap mencekam

Duniaku …. Kerajaanku
Ku Menangis siapa yang tahu
Ku menari juga sendiri
Aku bertahta dalam hitam

Hitam darahku hatiku beku
Nafasku … bau pedih
Aku laksana mayat hidup

Asaku patah arang
Citaku terbang melayang
Mimpiku terusik siang
Kenapa?

Kini …
Ku merangkak dalam pekat
Terantuk dan terjungkal
Tertatih dan merintih
Kucari sebuah nur
Walau jauh kucoba gapai
Walau tak pasti … tetap ku jalani



Ogi – Potret Seorang Diri

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LSBSI

DRAFT AD/ART
LINGKAR STUDI BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA (LSBSI)

Sekretariat : Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Majalengka

ANGGARAN DASAR
Bab I
NAMA, WAKTU, TEMPAT DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Organisasi ini bernama Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI)
Pasal 2
Waktu
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) didirikan pada tanggal 18 Desember 2006 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Tempat dan Kedudukan
Bernama Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) berkedudukan di lingkungan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Pendidikan Universitas Majalengka

Bab II
AZAS DAN SIFAT
Pasal 4
Azas
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) berazaskan Pancasila
Pasal 5
Sifat
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) Bersifat Keilmuan

Bab III
TUJUAN, FUNGSI DAN PERANAN
Pasal 6
Tujuan
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) memiliki tujuan :
1. Memberikan nuansa akademis pada Program studi Bahasa dan sastra Indonesia
2. Mengembangkan intelektual Mahasiswa Program studi bahasa dan Sastra Indonesia
Pasal 7
Fungsi dan Peranan
1. Sebagai wadah untuk meningkatkan kreatifitas Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
2. Sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan keilmuan bahasa dan sastra Indonesia

Bab IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) beranggotakan seluruh Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia


Bab V
KEDAULATAN
Pasal 9
Kedaulatan tertinggi ada di tangan seluruh Mahasiswa Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia



Bab VI
LAMBANG
Pasal 10
Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) memiliki lambang sebagai berikut :
1. Lingkaran, yang melambangkan bulan, artinya cahaya yang dipancarkan oleh LSBSI menerangi dirinya dan yang lain.
2. Setengah lingkaran yang menyelubungi dengan percikan di ujungnya melambangkan LSBSI terus-menerus menerima tetes-tetes kebajikan dari manapun.


Bab VII
SEMBOYAN
Pasal 11
Semboyan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) adalah : “Dengan Ilmu Kita akan bersungguh-sungguh menjadi Manusia”

Bab VIII
KEUANGAN
Pasal 12
Keuangan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) berasal dari :
1. Iuran sukarela dari anggota Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI)
2. Sumbangan yang tidak mengikat dari pihak lain, serta usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan AD/ART Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI)

Bab IX
ATURAN PERUBAHAN
Pasal 13
Perubahan Anggaran Dasar Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) dapat di lakukan dalam MUBES (Musyawarah Besar) atau MUBES Luar biasa yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Anggota Mubes. Dan keputusan disetujui oleh sekurang-kurangnya ½ + 1 dari jumlah yang hadir dalam MUBES.

Bab X
PERALIHAN
Pasal 14
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Dasar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

Bab XI
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 15
Anggaran Dasar ini ditetapkan oleh MUBES Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) yang yang ditetapkan di Majalengka tanggal 21 Juni 2008

Bab XII
PENUTUP
Pasal 16
Dengan ditetapkanya Anggaran Dasar Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI), maka pedoman organisasi sebelumnya tidak berlaku.


ANGGARAN RUMAH TANGGA

Bab I
Pasal 1
PENGERTIAN
1. Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan organisasi kemahasiswaan disingkat menjadi (LSBSI) sebagai wadah kreatifitas dan pengembangan potensi kemahasisaan dengan orientasi pembentukan mahasiswa yang kritis, proaktif, moralis serta memiliki intelektual yang handal.
2. Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) merupakan wahana penampung aspirasi serta kreatifitas Tri Darma perguruan Tinggi


Bab II
Pasal 2
MACAM ANGGOTA
Anggota Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) terdiri dari :
1. Anggota Muda, yaitu Mahasiswa yang ada pada Program studi Bahasa dan sastra Indonesia
2. Anggota Biasa, yaitu Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah aktif mengikuti kegiatan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI).
3. Anggota Luar Biasa, yaitu anggota LSBSI yang sudah tidak menjadi mahasiswa pada Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Majalengka.
Pasal 3
PENGESAHAN ANGGOTA
Pengesahan anggota Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) melalui kegiatan Inisiasi yang diselenggarakan oleh pengurus Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI).
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN
1. Hak dan kewajiban anggota menjunjung tinggi dan mentaati Azas dan tujuan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI)
2. Setiap anggota berkewajiban untuk mentaati Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga serta aturan-aturan lainya yang berlaku.
3. Setiap anggota wajib untuk memelihara dan menjaga nama baik Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI).
4. Setiap anggota berhak mendapat perlakuan yang sama dalam hal membela diri, hal bicara, mengeluarkan pendapat dan mengikuti kegiatan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI).
5. Setiap anggota biasa Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) memiliki hak untuk dipilih dan memilih.
Pasal 5
Keanggotaan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) gugur dan berakhir :
1. Meninggal dunia
2. Melakukan tindakan indisipliner terhadap ketentuan-ketentuan yang ada pada AD/ART.

Bab III
Pasal 6
ALOKASI KEUANGAN
Keuangan yang diperoleh LSBSI dikelola oleh bendahara LSBSI untuk pendanaan semua program yang telah disetujui oleh Rapat Pengurus LSBSI

Bab IV
Pasal 7
MUSYAWARAH ANGGOTA
1. Musyawarah Anggota adalah pemegang kedaulatan tertinggi Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang selanjutnya disingkat LSBSI.
2. Musyawarah anggota diselenggarakan satu tahun satu kali.
3. Musyawarah anggota didelegasikan kepada Dewan Presidium
4. Musyawarah Luar Biasa diadakan apabila :
a. Pengurus Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI) melakukan pelanggaran terhadap konstitusi
b. Ada hal-hal yang mendesak dan dianggap penting guna keberlangsungan LSBSI
Pasal 8
HAK DAN KEWAJIBAN
1. Menetapkan dan mengesahkan AD/ART dan GBHO
2. Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus LSBSI
3. Melantik dan mengesahkan ketua dan Pengurus LSBSI
Pasal 9
KEANGGOTAAN
Musyawah anggota terdiri dari :
1. Seluruh Anggota LSBSI
Pasal 10
SYARAT KETUA LSBSI
1. Tercatat sebagai Mahasiswa pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
2. Tercatat sebagai anggota Biasa LSBSI
3. Membuat pernyataan secara tertulis untuk siap bertanggung jawab secara moral dan institusional terhadap LSBSI
Pasal 11
HAK DAN KEWAJIBAN KETUA LSBSI
1. Ketua LSBSI Berhak untuk membentuk Kepengurusan LSBSI
2. Ketua LSBSI wajib menjunjung tinggi dan mentaati Azas dan tujuan Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (LSBSI)
3. Ketua LSBSI wajib untuk mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta aturan-aturan lainya yang berlaku.

Pasal 12
SYARAT PENGURUS LSBSI
1. Tercatat sebagai Mahasiswa pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
2. Tercatat sebagai anggota Biasa LSBSI
3. Membuat pernyataan secara tertulis untuk siap bertanggung jawab secara moral dan institusional terhadap LSBSI






Bab V
MASA JABATAN
Pasal 1
1. Masa jabatan ketua dan pengurus LSBSI selama satu tahun dan dapat dipilih kembali.
2. Pencopotan jabatan dilakukan ketika melanggar AD/ART LSBSI

Bab VI
Pasal 1
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Anggota









































GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO)
Bab I
MUKADIMAH
Lembaga kemahasiswaan di lingkungan perguruan tinggi merupakan pengejawantahan dari fungsi dan peranan perguruan tinggi itu sendiri.
Dalam hal ini selain berfungsi sebagai pengajaran perguruan tinggi berfungsi menyelenggarakan pendidikan diri, fungsi terakhir inilah yang secara profesional oleh lembaga kemahasiswaan pendidikan diri penting dilaksanakan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, kesadaran dan kemandirian mahasiswa sebagai persiapan untuk tujuan ke arah yang lebih luas.
Untuk ketegasan dan kejelasan dalam meraih eksistensi, prestasi, dan prestise Lingkar Studi Bahasa dan Sastra Indonesia ini, maka perlu diinterpretasikan dan dijelaskan lebih lanjut dalam Garis-garis Besar Haluan Organisasi LSBSI.

Bab II
FUNGSI
1. Sebagai kerangka acuan yang bersifat umum bagi kegiatan-kegiatan LSBSI yang dimuat dalam program jangka pendek dan jangka panjang.
2. Sebagai manifestasi dari AD/ART LSBSI dengan tatanan sosio-kultural, sosio-ekonomi, sosio-edukasional masa kini dan akan datang.
3. Sebagai pola acuan kaderisasi pemimpin, intelektual, peneliti, pengkaji, dan pengembangan keilmuan dalam bidang bahasa dan sastra indonesia yang di arahkan pada bidang garapan pelatihan strategis yang memberi andil peningkatan kemampuan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bab III
MAKSUD DAN TUJUAN
1. GBHO LSBSI memiliki maksud untuk memberi landasan bagi arah dan sasaran strategi dari langkah-langkah yang realistis, sistematis, dan idealis dalam membina sumberdaya LSBSI
2. GBHO LSBSI memiliki tujuan untuk mempelajari misi ideal LSBSI agar berkesiambungan antara satu periode dengan periode lainya.
Bab IV
LANDASAN
Penyusunan GBHO LSBSI dilandasi oleh :
1. Al-Qur’an dan As-Sunnah
2. Pancasila dan UUD 1945
3. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
4. AD/ART LSBSI
Bab V
MODAL DASAR
Modal dasar pengembangan dan pemberdayaan LSBSI dengan potensi-potensi yang dimiliki berupa :
1. Inovasi dan dari ide dasar pembentukan LSBSI
a. Menumbuhkan nilai-nilai Demokrasi dan independensi lembaga.
b. Memelihara dan mengembangka kultur akademis.
c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas harkat dan martabat serta membina sumber daya LSBSI
i) Program Jangka Panjang
Program jangka panjang merupakan usaha untuk mengimplementasikan orientasi LSBSI selama lima kali periode kepengurusan dengan menitikberatkan kepada Tri Dharma Perguruan tinggi dalam disiplin keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia, sebagai berikut :
(1) Periode 2007-2008, menitikberatkan pada konsolidasi dan kaderisasi Mahasiswa program studi bahasa dan sastra indonesia.
(2) Periode 2008-2009, menitikberatkan pada aplikasi dan praktik Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia.
(3) Periode 2009-2010, menitikberatkan pada usaha pencapaian keseimbangan pada visi intelektual dan moral.
(4) Periode 2010-2011, menitikberatkan pada aksentuasi visi keilmuan dalam pendekatan kepada masyarakat.
(5) Periode 2011-2012, menitikberatkan pada pemberdayaan potensi dan sumber daya manusia.
Dalam implementasi program kerja jangka panjang akan sangat ditentukan oleh terpenuhinya struktur organisasinya yang solid dan transparan, demokratis dan didukung oleh fungsi-fungsi yang memiliki visi jauh ke depan. Dalam mengimplementasikan organisasi dalam pemenuhan kebutuhan akademik baik secara teoritis maupun praktis.
ii) Program Jangka Pendek
Program jangka pendek merupakan implementasi prioritas selama satu kali periodisasi, dititikberatkan pada pemenuhan kebutuhan aksentuasi akademiki mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
d. Mempererat tali silaturahmi dan merapatkan ukhuwah, khususnya antar sesama mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Modal dasar potensi akademis mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dikolaborasikan dengan pola pikir, sikap dan tingkah laku yang relijius.

Bab VI
MEDAN KIPRAH
LSBSI sebagai organisasi yang mengembangkan visi dan misi yang universal, berdasarkan niat pengembangan keilmuan ranahnya tidak dibatasi ruang dan waktu.

Bab VII
PROGRAM KERJA LSBSI
Program kerja LSBSI lebih menitikberatkan kepada visi keilmuan dan kreatifitas yang inovatif.

Mars LSBSI


MARS LSBSI



Engkau lahir dengan cita
Engkau lahir datang dengan harapan
Membangun dan berkarya
Tuk jadi insan yang utama

Ayolah kawan pegang tanganku
Kita rentangakan dan bersatu
Jadikan angan dan mimpimu
Derap yang terus melaju

LSBSI aku cinta padamu
LSBSI kaulah pelabuhan hatiku
LSBSI ku kan tetap di sampingmu
LSBSI smoga jayalah selalu

Bangunlah kawan tinggikan suaramu
Bangkitlah kawan singsingkan lengan bajumu
Kita kan maju bersama
Menentang kerasnya dunia

Selasa, Januari 13, 2009

Sastra realisme sosialis

STUDENT HIJO : SECUKIL POTRET SASTRA PERLAWANAN
(Membincangkan Sastra Realisme Sosialis)

Jaman ketika dunia sastra mulai hangat-hangatnya menyentuh saya-tahun 1980-an-saya hanya bisa bangga dan terkagum-kagum bisa membaca Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Dari Ave Maria, Jalan Lain Menuju Roma atau roman lainnya yang wajib saya baca di Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Umum. Bayangan saya, hanya demikianlah perjalanan sastra kolonial Indonesia. Penuh romantika, menggurui dan sangat lugu. Keyakinan saya itu semakain dipertegas dengan begitu banyaknnya novel dan roman-roman yang sekan-akan wajib dibaca oleh siswa bahkan penikmat sastra. Belakangan saya tahu bahwa cerita-cerita romantis yang pernah saya baca itu hanya sebagaian kecil bentuk kekuasaan kolonial (Belanda) untuk mengkerdilkan dunia sastra pribumi. Tentunya lewat Balai Pustakanya.
Nama Mas Marco Kartodikromo (1890 - 1935) saya kenal ketika saya menginjak bangku kuliah. Nama ini saya kenal berbarengan dengan nama Semaon, yang menulis sastra-sastra yang melawan kekuasaan Balai Pustaka ketiaka itu. Semaon sebelumnya hanya saya kenal sebagai tokoh komunis di Indonesia, juga dengan Mas Marco. Saya baru tahu bahwa bisa juga lewat sastra melakukan proses perubahan dan memasukkan unsur ideologi --komunis dalam hal ini-lewat karyanaya. Paling tidak memiliki kerya lain dari arus besar dunia sastra kolonial yang mendayu-dayu, romantis dan tanpa kesadaran perlawanan.
Rasanya saya sangat jauh membandingkan bagaimana bagian gerakan sastra perlawanan di tanah air yang melawan kekuasaan balai pustaka, dengan gerakan sastra marxis yang dikenal dengan realisme sosialis. Rasanya jauh juga menghubungkan perananan Maxim Gorki dengan Mas Marco atau Semaon. Tapi paling tidak ada semangat yang membentuk ketiga nama ini, yaitu semangat penolakan, penegasan sikap untuk melakukan perlawanan terhadap sastra dan juga seni pada umumnya yang borjuis, kelas atas, megah.
Mungkin juga Balai Pustaka bisa dikatakan potret dari sastra borjuis yang sangat mengagung-agungkan hal-hal formal dan biasa-biasa saja dalam karya sastranya. Bisa dilihat bagaimana roman romantik Siti Nurbaya yang dikemas dengan bentuk cerita yang rapi, megah dan hanya menampilkan kisah romantisme adat yang bisa ditebak ceritanya. Gaya berceritanya sangat mapan, bahasanya mendayu-dayu dan formal, alur ceritanya juga sangat mudah untuk ditebak. Hal lainya juga menampilkan bagaimana kekuatan cinta bisa menembus segalanya. Ah, sunguh sangat romantis sekali. Dari itu terlihat jelas bagaimana sebenarnya sastra borjuis hanya menagandalkan kekuatan bentuk, bukan kepada kekuatan isi dari ceritanya.
Student Hijo, setidaknya menegaskan dirinya sebagai sastra berlawanan ketika karya Mas Marco ini menyentuh dan merupakan representasi masyarakat Indonesia ketika itu yang dijajah Belanda. Novel inipun lahir sebagai sikap politik dari Mas Marco sendiri yang merupakan aktivis revolusioner yang berpindah dari penjara ke penjara. Selain Student Hijo, Sama rata sama rasa adalah karyanya yang lahir di penjara. Sikap politik dan perjuangannya melawan kolonial Belanda mengharuskannya ditahan dan dibuang di Boven Digoel dan menghenbuskan nafas terakirnya disana.
Student Hijo, dengan tokoh utama Hijo terbit pertama kali tahun 1918 melalui Harian Sinar harapan dan keluar sebagai buku tahun 1919. Sebagai cerita yang dilahirkan dari Penjara, tentu awalnya tidak begitu mendapat tempat. Apalagi ketika itu kekuasaan Balai Pustaka begitu besar.
Cerita Student Hijo memang sangat kental potret perlawanannya. Melalui tokoh Hijo, mas Marco berusaha memotret bagaimana usaha golongan kelas menengah pribumi untuk coba masuk kelingkaran kolonial Belanda. Golongan intelektual pribumi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari inilah yang terbukti oleh sejarah yang melakukan gerakan pemikiraan untuk kemerdekaan di tanah air. Hijo, setidaknya ingin dipotret Mas Marco, ingin melakukan pemberontakan dari dalam kolonial Belanda sendiri, yaitu dengan mempelajari bagaimana kehidupan, pola-pola kebudayaan serta tradisinya.
Harapan akan lahirnya golongan intelektual, sebagai cermin perubahan dipotret mas Marco dalam diri Hijo dan keluarganya yang was-was melepas hijo ke Belanda. Potret Hijo, sebagai golongan borjuis kecil pribumi digambarkan Mas marco sebagai sosok yang kuat, keras, tapi sangat kental emosi keluraga (ibu, bapak, tunangan, kerabatnya) dan bangsanya. “Meski Hijo seorang pemuda yang tebal hati, tetapi ketika dia melihat tunangan dan ibunya sama menangis, dia pun mengeluarkan air mata juga buat kasih tanda kecintaannya”.
uga bagaimana Hijo mengkontraskan kehidupan negeri Belanda dengan tanah airnya di Indonesia. Kehidupan-kehidupan megah, bagaimana ketika dia menonton pertunjukan Faust karya Gothe, juga kehidupan glamor disekitarnya. Sampai kemudian Hijo dekat dengan Betje, perempuan Belanda yang ternyata jatuh cinat kepadanya. Semuanya diceritakan sangat kontras, juga bagaimana kegelisahannya yang ditulisnaya melalui surat-surat kepada keluarga dan tunangannya. Sampai kemudian akhir cerita di Dua Tahun yang Telah Lalu, “Hijo telah kawin dengan R.A Wungu, dan hidup senang menjadi jaksa di Jarak (tempat kelahiran Hijo)”.
Secara sederhana, potret karya Student Hijo memeberikan sebuah alternatif karya sastra yang melawan arus besar sastra Balai Pustaka ketika itu. Juga bagaimana sastra realisme sosialis lahir dari perlawanannya terhadap karya sastara borjuis. Maka tidak salah, jika cukilan atau contoh Student Hijo serta karya sastra lainnya disebutkan sastra perlawanan, atau istilah Eka Kurniawan dalam pengantar Dongeng Dari Sayap Kiri sebagai Sastra Berpihak.
Analisis Marxis yang dipakai acuan oleh sastra realisme sosialis, setidaknya menemukan benang merah ketika konteks sastra haruslah menyentuh pada dasar-dasar perlawanan manusia untuk memanusiakan dirinya. Darah dan semangat realisme sosialis memberikan semangat bahwa karya sastra dibentuk dari kondisi kontradisksi dan sikap manusia terhadap kondisi yang membelenggunya. Sastra sosialis dan perlawanan mengarah pada pemebentukan kebudayaan proletar yang berdasarkan pada sosialisme kerakyatan-memotret kehidupan rakyat dengan rasa emapati dan kemanusian. Sesuai dengan konteksnya, sastra realisme sosialis yang sesungguhnya akan menemukan musuhnya sendiri, sesuai dengan konteks jamannya. Termasuk juga Student Hijo, Semaon atau juga karya sastra Maxim Gorki, Gabriel garcia Marquez atau Jean Paul Sartre.

Sosiologi sastra

Sosiologi Sastra

MENELAAH karya sastra dilakukan dengan (a) kajian/ studi sastra, istilah the study of literature yang diperkenalkan oleh Rene Wellek dan Auten Warren dan (b) sosiologi sastra. Telaah untuk (a) berkomitmen dengan apresiasi sastra yang menyertakan baik unsur-unsur intrinsik seperti tema, alur, karakterisasi, gaya bahasa, setting maupun unsur-unsur ekstrinsik yang mencakup faktor/aspek-aspek sosial dan budaya.

Sosiologi sastra merupakan interdisipliner sosiologi dan studi sastra. Objek telaahnya yang pokok bertumpu pada unsur ekstrinsik sebab unsur intrinsik hanya berfungsi pelengkap. Sosiologi sebagai ilmu sosial semula ajaran filosofi yang berorientasi Helenisme/ Yunani kemudian dirintis oleh Auguste Comte (1798-1857) menjadi ilmu sosiologi sociologie, sociology merupakan ilmu pengetahuan yang tugasnya mempelajari pelbagai persekutuan hidup, pranata/ institusi sosial, hubungan antaranggota dan antarkelompok masyarakat, beserta tenaga/kekuatan yang menimbulkan perubahan masyarakat. Pada intinya mengkaji makhluk sosial dalam peri kehidupannya.

Pertumbuhan pesat telah menghasilkan sub-subdisiplin sosiologi hukum, sosiologi ilmu, sosiologi bahasa yang kerap disebut sosiolingustik, sosiologi perkotaan 'urban sociology', sosiologi pedesaan rural sociology dan akhirnya sosiologi sastra yang termuda.

Dari sekian objek telaahnya mengenai masalah kemasyarakatan adalah (1) masalah perburuhan/ ketenagakerjaan yang bersangkut-paut dengan faktor sumber daya manusia 'human resources' dan (b) masalah human relation demi tercapainya hubungan yang harmonis, kerukunan, ketertiban. Visi itulah yang sedang digagas dalam masyarakat modern.

Dengan memerhatikan pendapat Josselin de Jong dalam disertasinya "Minangkabau and Negeri Sembilan" direstui pendekatan/metode diakronis dan pendekatan sinkronis ketika dilakukan telaah salah satu aspek sosial. Kedua metode ini diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure, perintis ilmu linguistik struktural dalam meneliti struktur suatu bahasa beserta aspek-aspeknya.

Secara sederhana marilah kita menggunakan pendekatan diakronis terhadap salah satu karya sastra yang berbahasa Sunda dengan pengkajian sosiologi sastra sambil memfokuskan kedua masalah sosial tsb. di atas. Buku yang berjudul Cartia Budak Minggat oleh Samsudi, penerbit Balai Pustaka pada masa kolonial. Pada tahun 1965 terbit kembali oleh CV Pustaka Sunda. Buku ini bukan kisah mengenai kenakalan anak-anak yang ceria, jenaka seperti kebiasaan yang karakteristik pada cerita anak. Oleh karena itu, Cerita Budak Minggat sangat lain dari buku cerita Si Doel Anak Betawi oleh Aman Datuk Madjoindo atau Tom Sawyer oleh Mark Twain, pengarang AS yang populer. Barangkali cerita Budak Minggat hampir mirip setingkat di bawah Oliver Twist karya Charles Dicken, yang mengisahkan masalah perburuhan pasca Revolusi Industri di Inggris yang kadang-kadang memperlakukan anak sebagai buruh industri. Bedanya si Kampeng sebagai tokoh sentral cerita terbilang anak desa yang lugu 'innocent' tertinggal dalam pendidikan dasarnya, terpaksa menjadi kuli kontrak di Pulau Bengkalis untuk menebangi pepohonan di hutan. Harap maklum pemerintah kolonial hanya menyediakan pendidikan bagi orang desa Sekolah Sambungan "Vervolg School" yang lamanya 2 tahun. Lulusannya dipersiapkan sebagai sumber daya manusia 'human resource' di perkebunan-perkebunan milik swasta.

Sebagai anak desa yang lugu, si Kampeng merantau menjadi koeli karena melarikan diri setelah merasa berdosa berbuat suatu kesalahan. Dengan memalsukan umurnya, ia dikontrak oleh perusahaan penebangan kayu. Hidup di hutan bekerja keras padahal sosok fisiknya belum dewasa. Betapa pahit kehidupannya, penuh kesengsaraan, penderitaan layaknya buruh kasar. Fenomena ini mengingatkan kita pada penderitaan para TKI sebagai korban calo-calo yang memperdagangkan buruh-buruh itu sebagai komoditi ekspor pada masa sekarang ini.

Apa yang dipaparkan oleh Samsudi mungkin fiktif mungkin realitas namun hampir mirip dengan nasib para TKI ilegal di negeri Jiran. Dalam menempuh kehidupannya si Kampeng anak Sunda dari kawasan Bandung tempo dulu, berkenalan dengan Kim San, kuli juga keturunan etnik Cina. Mereka tinggal bersama dalam bedeng.

Pada suatu ketika si Kim San terkena musibah, secara spontan si Kampeng memberi pertolongan kepadanya secara tulus ikhlas. Bagi si Kampeng pertolongan wajib diberikan kepada sesama umat yang ditimpa kemalangan. Tidak terlintas dalam pikirannya yang sederhana kalau dirinya orang pribumi sedangkan temannya orang asing keturunan Cina. Tak secuil pun hinggap benih prasangka ras racial prejudice yang merasuki manusia-manusia modern.

Dengan pertolongan itu sadarlah si Kim San bahwa dirinya perlu menjalin persahabatan sejati jatining sobat dengan anak desa yang berhati mulia, manusiawi. Persahabatan antara dua orang yang berbeda keturunan ras/etnik namun berpadu hati sanubari merupakan alur yang signifikan mengenai human relation untuk manusia-manusia modern yang cenderung egois, individualis. Plot ini langka digarap atau diungkapkan oleh para pengarang Sunda yang seangkatan/sezaman dengan Samsudi bahkan para pengarang Sunda modern kini pun belum sampai ke situ.

Meskipun kontrak habis, keduanya pulang ke tempat asal masing-masing. Si Kim San sukses menekuni profesinya sebagai pemilik toko. Ketika dia berjumpa dengan teman, sahabatnya yaitu si Kampeng, sikapnya tidak arogan, mau menerima kehadirannya dengan ramah dan rendah hati.

Bila seluruh isi cerita kita resapkan dan direnungkan dengan kebebasan, ada nilai-nilai akhlak yang tersirat bahwa si Kampeng merupakan simbol orang desa yang lugu dan berhati mulia, siap menolong sesama umat tanpa membedakan keturunan ras/etnik, tanpa memikirkan untung rugi sebagai home economicus yang selalu berlandaskan benda materi/uang. Selanjutnya visi yang diamanatkan kepada mereka warga keturunan sadarlah bahwa bangsa Indonesia bersikap toleran terhadap mereka asalkan mereka menghayati budaya "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" memahami silih asih silih asuh. Beradaptasi, berintegrasilah dengan anggota masyarakat setempat. Insya Allah kita mampu membina kehidupan yang rukun, harmonis, silahturahimi. Karena warga keturunan hidup, mati, lahir di negeri ini hendaknya berupaya menjalin pergaulan, persahabatan sebagaimana yang dilambangkan dengan tokoh fiktif si Kim San.***